Pages

Minggu, 15 November 2009

KUMPULAN PUISI 2005



SYAHADAT SANDAL JEPIT


Sebelah hilang.
yang lainnya setengah tersembul di atas pasir laut yang sering tenang

2004-2005



BEKAS-BEKAS TALI

Dulu, tali warna warni melengkung indah sebagai pelangi
Sebagai benang pakaian tujuh bidadari yang mandi telanjang di sela bebatuan
Kadang tali itu menjelma jalanan yang dilalui orang-orang
Di ramaikan plang-plang penunjuk arah dan sesekali remaja, orang dewasa muda tua
Bergandengan menyusuri trotoar menuju tempat kencan.
Tak jarang tali itu membentang terangkai jadi permadani
Menghias ruang tamu tuan-tuan. Atau menjadi sungai sebagai unsur vital kehidupan bawah jembatan.
Ia pernah juga melingkar cantik di pergelangan tangan, leher, dan jari manis.
Sesekali kita saling bertukar. Kita selalu memakainya seperti azimat saja
Sampai bekas putih melingkar.
Ah, romantisme terbentang terkait pada sebuah dimensi
"Inilah sebagian keindahan surga!"
Tak ada kesal: kita berkelakar
Tak ada marah: kita bergurau
Tak ada sedih: kita saling menyebalkan
Tak ada bosan: kita bergantian memecahkan balon-balon berwarna
Tali itu memang benar-benar pelangi,
"Melengkung menghias cakrawala…"


Namun, yang namanya dunia memang mirip toko serba ada
Hanya kepastian, ketegasan, kemapanan dan semua yang berbau keabadian
Tak mungkin tersedia. Dan orang-orang hanya bisa terpaku dalam damba
Diri disibukkan beragam kebutuhan lainnya.
Saat bahagia kita mendamba semuanya tak akan pernah sirna
Saat terluka tidak aneh kita keras berupaya agar sampai di situ saja
Kita memelihara saat penuh anggur ria dan
Mencerabuti pepohonan derita dengan harapan dapat memanfaatkan umbi seenaknya.
Demikian, sehingga keterpisahan dari hal yang telah begitu akrab dan menyenangkan, Akan begitu tampak mengerikan! Menyeramkan! Melebihi kematian yang tak mungkin terelakkan!

Tak sedikit tali yang akhirnya berubah menggantung di tiang eksekusi
Banyak juga yang hanya tercecer, sebagian hanyut di sungai entah kemana
Mati dini pun akhirnya harus dijelang.
"Ini kecelakaan! Itu kecelakaan!"
Jerit kita menjuduli perihnya kejadian
Dan kemudian kita mendikte haram pada setiap kelahiran
Tanpa mau mencurigai barangkali ada nilai yang dapat menambal kekosongan lainnya.

Hari ini kita sudahi saja;
Meratapi jejak tali yang pucat tak akan dapat membayar keterpukauan pada pelangi yang pernah kita sembur dengan air kumur…
Kecuali mengulur-ulur udzur, menggusur-gusur mundur
Kita akhiri saja menangisi gambar yang pernah terekam tandas dan kini kabur
Kita berhenti meratapi ukiran yang dulu mengkilap dan kini kusam

Kita sudah semakin tua
Terlalu setia waktu pada ujungnya
Masih banyak kegunaan kita berhubungan
Meski tanpa sebuah ikatan!


Cilaja-Kuningan, 26 mei 2005



MENJADI HANTAM DI ATAS RINTIH

Demi matahari yang menitipkan pedang di mata burung elang
Kita harus berentak, berontak dari kelambanan gerak anak ayam
Memburu keabadian seperti Gilgamesh
Menyusuri jejak petualang para Bushman
Dan menaklukkan dunia bagaikan Jengis khan
Hidup ini jelas sejenak!
Takut nyeri takut mati, tidak!
Segala potensi diri bukan tempatnya di kandang
Biarkan terbang menembus kelambanan seperti falco feregrinus
Menjadi hitam bergaris di atas putih pucat mega
Menjadi hantam diatas rintih!

27 mei 2005



SERABI RUHANI

Kerak serabi – itulah alas diri
melekat pada periuk yang terus dibakar rindu api
permukaan putih serabi itulah ruhani
"Selamat menikmati!"
kelak itu hidangan khusus kan di suguhkan untuk tetamu
: Adalah tuan

4 Maret 2005



FUNGSIONAL

Tak harus ada apa-apa diantara kita
Persahabatan atau apakah bentuknya hanya sandiwara
Dan kini sesekali layar tertutup pagelaran tamat
Semua penonton bubar
Tim artistik berkemas pulang untuk saling bersulang
Dan semua
Semua akan tinggal kenangan sorak peran yang hebat

Tak harus ada apa-apa diantara kita
Hanya saja kita perlu menjalankan fungsi masing-masingnya
Jujur dalam hidup dan kehidupannya . . .


Februari 2005



ADA SEMUT ADA GULA

Serombongan semut yang tak berbaris berjalan mengambang
Di atas lantai keramik, sempoyongan, sesekali bertabrakan
Radar mereka bergerak; menggeleng kepala, mereka!
(ada manis yang tak terdeteksi keberadaannya).
Mereka terus berhamburan mencari jeli
Di atas lantai keramik, sempoyongan, sesekali bertabrakan.
Layaknya serpihan. Gabus
Yang terhempas lamban ...di pintu keluar
Kembali melayang lagi ke dalam
Dipunguti sesal dibuang lagi ke luar
Angin membawa sebagian pergi terbang tak beraturan
Yang lainnya tertahan di sela bebatuan dan liang-liang
(manis itu mungkin ada di balik berlapis-lapis dimensi waktu yang tak mungkin ditemukan).
Tak tahu, mereka! Menyebarkan tilik, mereka! Pada setiap pintu dan jendela
Buntu.
Lihat! Berbicara sendiri, mereka!
Hendak bertanya pada hati, nampaknya.
(hati, katanya kitab semesta dan daftar alamat para dewi, juga tempat segala manisan berada)
Kini mereka tertawa sendiri
"Karena kami ingin bahagia!"

25 mei 2005



SUBLIM

Aku harap malam ini lupa menyibakkan kordeng
Sebab cumbuan bulan kali ini lebih sensual; merekahkan bintang-bintang!
Aku tak ingin harus segera pulang
Pada hidangan yang di masak fajar dan cerutu yang disediakan angan
Kordeng hitam itu bra yang dipakai bulan?…Hm..

Semoga malam memang lupa membukakannya
Sebab, biasanya orgasme hanya dirasakan tak lebih lama dari satu kali tegukkan kopi dan satu isapan angan-angan ...

4 maret 2005



BULAN KESIANGAN

Bulan kesiangan lelah memanggul berat malam
Melintas burung-burung titik hitam (Tidak ia menyapa, menanya, “Anda baru pulang?” Atau, “Sendirian?” Atau mungkin, “Mm..maaf ada yang bisa saya bantu, Tuan?”)
Tidak juga kursi goyang,
Angin tidak beranjak berhenti mengipasi wajah nakal
Memperhatikan bulan dan mengajak duduk sekedar mampir sebentar, tidak!
Hari-hari tertatih.sendiri, tanpa juga teman sekedar minum kopi. Muram. Hari bulan kesiangan dengan harap lalu tenggelam dan mimpi kelelahan.
Hari murung hari tak beruntung hari dingin hari dengan hayal tak terbendung
Ada pelangi melengkung aku ingin menggantung.
Ada langit menghampar aku ingin tiduran
Menanti aliran dari hilir ke hulu, Tuan? Hingga berlumut hingga ada yang membuat jadi pondasi bangunan dan aku pun akan terkubur dalam aktivitas harian masyarakat dalam keadaan diri yang terpecah belah.
Seperti menanti ajal aku harap nasib baik segera datang
Seperti menanti ajal aku yakin hari itu akan datang
Aku tapaki hidup dari titik jenuh dan omong tak penuh
Tak banyak petik detik-detik detak jiwa dan pikiran
Lalu apa lagi yang mesti aku ceritakan?

2005



GARIS ABU-ABU

Perlahan kita berangkat juga
Ke klab malam
Menenggak gelap meraba body penari telanjang
Ke warung remang
menenggak kelam meraba lipatan tubuh Sutini

Perlahan kita sampai juga
Di hotel berbintang
Atau gerbong kosong
Perlahan. Karena sperma kadung sering muncrat di kain pel
Kita terengah lari ke bukit
Melolong di hadapan jurang dan rembulan
Dengan senang

Perlahan. Karena terlalu lama tak menemukan surga dan neraka
Kita nikmati juga ketagihan lagi
Ketagihan lagi

Perlahan. Akhirnya kita menjadi orang asing yang tidak tahu jalan pulang
Namun tak pernah rela menjadi gelandangan

Perlahan, kita pun sadar bahwa yang seharusnya terjadi tidaklah demikian

Bahwa abu-abu itu campuran yang nyaris seimbang antara hitam dan putih

30 Mei 2005



CHEER !

Setiap kata tak sanggup lagi menuang setitik pun
Air. Dan gelas pun terus kerontang …
Aku hanya menempelkan dan menggeleng-gelengkannya di dada
Aih… geliat jemari di rambut ini
Gerak hati-hati pangkuan itu
Dan semuanya dan semuanya…
“Kubilang kata tak mampu menuang!” Sudah kubilang, “Sedikitpun!”
Nafasku terus memburu waktu
Aku harus mendapatimu segera!
Aku harus merapat kepadamu!
Menyatukan desah nafas dan rumit alunan degup jantung
Di dada dan urat nadi

Kini sekujur tubuh merindu gerak hidup
Ku sebut namamu
Ku sebut namamu
Kusebut namamu
Aku akan merangkulmu erat, mendekap…mendekap!
Memecahkan gelas kehidupan kita
Dan mari bercampur!

2005



IBUKU YANG RAMBUTNYA KINI MEMUTIH

Ibuku yang kerap mencucikan baju, menyetrikakan sekaligus menumpukannya rapi dalam almari;
Ibuku yang selalu membenahi tempat tidurku, menyiapkan handuk, setelah mengisikan air dalam bak mandi;
Ibuku yang kemudian menyiapkan sarapan pagiku lengkap dengan piring, sendok, dan segelas air;
Ibuku yang selalu memberangkatkan pagi memulangkan siang kecuali hari libur, mencarikan uang, memenuhkan kewajiban atas kebutuhan-kebutuhan;
Ibuku yang rambutnya kini hampir penuh uban, gerak agak lamban, dan mulai sakit-sakitan, tidur pulas di atas dipan tua.
Barusan, untuk kesekian kalinya aku menyadari kebobrokan moral diri ini.
Barusan, untuk kesekian aku telanjang memperhatikan bisul-koreng dan menyemprotkan parfum di beberapa bagian.
Beliau tak tahu. Beliau tak tahu bahwa anaknya yang kerap mengaku dewasa, sampai sekarang belum juga bisa diharapkan mampu membahagiakan.

Ibuku yang rambutnya kini hampir penuh uban, gerak agak lamban, dan mulai sakit-sakitan, tidur pulas di atas ranjang tua.
Mungkin sedang memimpikan anaknya;
Di bibir beliau tersimpul senyuman.

2005



DESA

Kukuruyuk ayam jantan menghias sunyi

Gemerincik air basuh anggauta tubuh
Merentak sendi-sendi gemeretak
Seperti kretak ranting-ranting kering pohon pinus di perapian

Gelintir titik
Titik embun
Berguliran mengelongsor gemerincing
Di lantai kamar mandi
Seperti kancing

Sumirat janari dari timur
Antarkan lontong, tempe, rengginang, pisang goreng, dan teh secangkir kecil
Menatakannya di atas meja kaca
: Pagi sederhana
Suasana yang paling aku suka

Layaknya hujan.
Tercurah; semerbak
Menyelusup di rambut bergelung
Tanah kasundaan pagi-pagi
“Haleuang di pipir hate.
Saweran kembang mangle.
Ngagenclangna cai sakendi bahe..”
Tapi, oh…, desaku sekarang…
Sudah berapa lamakah berguguran dipetik kekinian ??

3 Desember 2005



TEGELETAK SURAT BERSAMPUL PUTIH DI ATAS HITAM LUMPUR

Tertulis jelas alamat.
"Untuk Mak dari Inong di rantau"
Assalamnalaikum wr wb,
Alhamdulilah ... Inong sudah lulus, Mak. Ujian telah berhasil Inong hadapi... Sekuat tenaga, Mak! Seperti yang sering Mak pesankan ketika Iinong hampir putus asa
karena suara-suara menggelegar yang kerap mengganggu tidur Inong.
.. "Dum..duar!! " Ah, saat itu Mak memeluk Inong. Inong tahu, saat Mak bilang "Berusaha tidurlah dengan sekuat tenaga. Dulu,Cut Nyak Dien,Cut Meutia, apalagi ... Saat itu Mak menangis, kan?
Mak tidak sadar, air mata Mak menetes dingin di pundak Inong ...
Keadaan itu terasa belum lama, ya, Mak. Sekarang Inong sudah lebih dewasa
Mak pasti bangga kepada Inong. Inong tambah cantik dan perkasa seperti pahlawan kita.
Mak, teman-teman sekampus Inong juga banyak yang suka. Tapi Mak jangan khawatir, Inong selalu ingat Tuhan yang sering mak sebut-sebutkan ... Inong bisa menjaga diri karena Inong sayang Mak.
Mak, Inong minta maaf karena Inong tidak bisa pulang bulan-bulan ini.
Inong juga sedih. Tapi inong tau, Mak akan lebih sedih lagi kalau nanti saat pulang Inong enggan untuk berangkat kembali. Walau bagaimanapun, Inong pasti lebih suka hidup di tanah kelahiran sendiri. Inong bisa bantu-bantu Mak; mencuci pakaian, perabotan, menyapu halaman, dan lain-lain.
... Sudah dulu ya, Mak ... Inong janji! Inong pasti pulang. Inong mau membagi ilmu di kampong. Inong ingin melihat ureung-ureung kampung gembira.
O, iya Mak, Inong mau niengirimkan beberapa kheroudoung buat Mak dan tetangga, Inong dapat rejeki sedikit. Terima, ya, Mak.
Wassalam...
Inong.”

…Surat itu tak tersentuh
Mungkin ada di hati kita sekarang …


Januari 2005



PESAN DARI YANG TAK UBAHNYA TANAH SUCI DIMUSIM HAJI 2004
: Aceh, akhir 2004

Beragam angkutan dari berbagai landasan
Putih bangsalnya, zahar puji-pujian
Mendarat dengan pijakan pertama sentuhan nurani tanpa duga
Semuanya menyaksikan!
Di sekitar porak porandanya pilihan-pilihan sebab penempaan iman
Tangis pepasrahan dan penyerahan berthawaf

Di sana, Darat dan laut baru saja keras mewartakan kawasan yang tak kalah layak jadi tempat peribadatan, Jadi titik nadir keagungan yang mencipta hati tanpa paksaan disatukan langit, suara keduanya membahana pada alif ba ta tsa yang membawa puluhan jiwa ke Tursina

Jangan…!
Jangan mudah usai khidmat kita

Januari 2005



DI RUMAH SAKIT

Sepertinya malam akan usai di sini,
Karena tempat seindah apa pun tak bisa aku datangi.
: Dari ruang gelap ke atas seprei putih, dan kini dari seprei putih kembali ke ruang gelap.
Kenangan seperti harapan terbebas dari ari-ari
Dan keinginan; cita-cita rapuh benang kafan oleh hewan tanah
Cinta tak ada lagi selebihnya tak tau pasti
: Dari penguasaan ke penguasaan
Tabung oksigen, infusan, dan besukkan sebentar lagi, tidak akan.
Aku segera merentangkan sayap suatu sisa yang terkatup lama di antara belulang dada.
Apa lagi yang dapat dipersembahkan tangisan?
Lalu apa yang bisa diberitakan senyuman?
Setelah itu semua wajah pucat. Dan 7 hari seperti 9 bulan
Aku akan melihat. Melihat apa yang aku tinggal dan ternyata tak bisa kuambil
Ah, sudah dimanakah sampai doaku?
Lalu tiba-tiba hujan kembang jadi alam. Itu mungkin harapanku!
Kini malam benar selesai. Namun matahari itu lagi-lagi.
Bukan senyum-Nya!
Sebentar kemudian makhluk-makhluk berbaju putih.
Bukan malaikat
Memastikan puisi ini berulang

8 april 2005



SENTUHAN PENGHIANATAN

Dan sebuah penghianatan adalah sentilan minta diperhatikan bagi diri yang biasanya sentimentil sendirian
Sebuah tarikan sikap jantan bagi diri yang biasanya manja dibuai keadaan
Inilah gebrakan dari keaslian hidup
Maka tetap berjalan dengan dada bidang
Dan kepala lurus ke depan dipandang jalang
Tak perlu segan dengan diri yang asli benar
Maka tetap berjalan
Maka tetap berjalan dengan lebih jantan

2005



MENUNGGU SESEORANG


Aku yang galau seperti hilang ingatan
Meracaukan kata yang tak tersusun
Yang tak bermakna
Seperti ada semak
Seperti bebatuan berserak
Dan kekeringan
Bahasaku kemarau berdentang
Menanduskan harapan

Dan kau yang sekian kali kurindukan
Tak juga datang

September 2005



PILU

Ketika aku diam
Seisi dunia diam
Namun ketika aku bicara
Hanya ada gema memantulan setiap bunyi bahasa

Apakah aku sedang berpacaran dengan sepi?
Dengan perasaan sendiri?

Aku mendesah
Lalu berteman hembusan
Dan beribu bayangan memompa jantungku

Aku tetap hidup
Tapi pilu

2005



DOA MEMINTA HUJAN

Meskipun sangat panas
Emosi manusia memang lebih bercuaca
Di sana sini wara-wiri
Ada keperluan sana-sini
Mereka dipacu waktu
Dan cinta sedang bersemi di musim mana saja
Juga kini…
Bukankah artinya ada yang berkuasa
Dari kemarau kita kini?
Sebut saja Tuhan
Lihat saja di sebelah sana salju bergumpalan
Di sana malam
Di sebelah sini semacam permohonan,
“Hujan, Ya Tuhan!”

2005



MERAH JAMBU

Langit biru
Awan putih
Dan bibir merah bergincu di hatiku

Di ranjang itu matamu
Oh, menjadikan alamku merah jambu

2005



LAUTAN YANG TAK DIKENAL

Yang menyeretku menyelami matamu
Adalah isak dari ketakberdayaan yang kamu titipkan kepada ombak
Yang kamu tepikan kepada karang
Di tengah laut yang tak kamu kenal

Aku kemudian terhanyut dalam genang air matamu; terapung; terombang-ambing dalam kehampaan jawaban dari sesuatu yang terus-terusan kamu pertanyakan
Tentang bagaimana bisa kebahagiaan selalu kamu rasa tak lama
Harus berakhir kecewa
Tentang bagaimana bisa rasa sayang tulus itu fiktif belaka
Harus berbalas mendua, berbalas luka

2005



SEBUAH DEPRESI

Kamu bertahan sekuat tenaga melawan terpaan kecewa tentang dia
“Aku sayang dia” katamu …
Dan berkali-kali tubuhmu terguncang
Hingga tak lagi mampu menahan
Kau tak sadarkan diri
Entah tempat apa yang kau datangi
Mungkin kenangan-kenangan
Ataukah harapan-harapan
Sehingga ketika kau tersadar
Engkau masih berusaha melawan
“Ini tak mungkin terjadi” lirihmu…

Entah apa yang kemudian kamu pikirkan
Sehingga kau diam temenung
Tatapmu kosong
Tak ada yang tahu
Tempat apa
Yang membuat kamu tersirap itu…

2005



AKU TAK BERANI MEMBELAIMU

Jarang sekali aku melihat senyummu setelah itu…
Keramaian, seribu jokey tak bisa mengundang tenang
Menjenuhkan sekali hari-harimu
Matamu bercelak kesedihan yang dalam
Dan aku tenggelam dalam setiap diammu
Kemudian terdampar dalam cerita-cerita kamu, dia, dan sahabat dekatmu
“Peremuan jalang!” sebutanmu padanya…
Aku pun mengikuti ucapanmu

Kamu benamkan kepalamu di dadaku
Namun kaku tanganku
Tak berani membelai rambutmu
Tak berani mengusap air matamu

“Maafkan aku…
Maafkan aku, kekasih…” Batinku..

2005



PENJAGA MIMPI

Yang sering membuat aku terjaga
Ketika resah merasuk menidurkan aku membawa aku ke mimpi buruk
Adalah geliat jemarimu di erat remas tanganku
Anggukan pelan kepalamu saat ku belai
Dan senyum yang menangkan

Saat itu aku akan enggan tidur lagi
Karena sari mimpi terbaik itu ada di sini

Kamu…ah…
Bibir ini bergerak menyebut namamu
Lalu menjadi aktivitas hari-hari yang menyenangkanku…

1 Agustus 2005



KELAS KOSONG

Ketika kursi-kursi itu tak kosong seperti ini
Tak ada satupun cecak yang berani berkeliaran
Di atas kepala-kepala mereka
Tapi sekarang
Cecek itu berjalan-jalan menyusuri ujung langit-langit
Sesekali turun naik
Mendongakkan kepala
Dan menggerakkan ekornya
Bebas. Mengisi sunyi
Tanpa ada mata yang diam-diam terus memandang ke luar jendela
Dan tanpa ada pikiran yang menguap panas
“disorot matahari…” katanya
Ketika kursi-kursi itu tak kosong seperti ini
Entah berapa cecak yang sembunyi
Dan entah berapa jumlah ekor yang berjatuhan sengaja dilepaskan
Biar mudah berlari..
Ketika kursi-kursi itu tak kosong seperti ini
Banyak yang tak menyadari satu sama lain
Bahwa ada cecak yang sembunyi di batok kepala..

5 Mei 2005



YANG PERGI

Yang pergi
dan yang menolak lamaranku
yang enggan
dan yang tak mau menatap, tak tertarik masa depanku
senyummu sebelum itu
setelah ini
hanya seperti mimpi yang tak dapat aku ingat-ingat lagi
lupa sama sekali
namun terasa pernah aku nikmati …

4 Mei 2005



DI SEKOLAH BARU

Selamat atas kedatangan anak-anak manis
di tempat paling nyaman ini
Untuk mengeja cahaya
:Bagaimana sampai terangkai lalu dibaca bulan didengar mimpi di terjemahkan harapan..
Kata matahari pagi ini
Di sini tersedia beragam harapan lalu-lalu
Yang tak basa-basi
Cicipilah
Anak manis
Sebab kemarin-kemarin
Bukankah kalian tak sempat mengantongi sekedar malam saja?
Kalian bilang,
“Keburu siang!”

2005

0 komentar:

Copyright © 2014 Nge-Blog. All Rights Reserved. Template by CB Blogger. Powered by Blogger.